Cowok itu datang lagi, manis banget. Hidungnya mancung, alisnya tebal, matanya tajam,
dan kulitnya hitam manis khas indonesia gitu. Badannya juga pas, tidak kurus
dan tidak gemuk. Dia juga tidak pendek dan tidak terlalu tinggi. Pokoknya
semuanya pas dan ideallah, apalagi dia pakai kacamata, semakin terlihat manis
dan pintar. Pokoknya cowok impian Gue banget.
Aku hanya bisa memandangnya dari balik buku yang kubaca, konsentrasiku
benar-benar sudah tidak tertuju pada buku “Tentang Sastra” karya Teow ini.
Dunia serasa berhenti berputar. Aku serasa terhipnotis oleh sesosok pria
berkacamata yang berdiri di pinggir rak buku yang berada di sudut
perpustakaan.Tiba-tiba pria itu menoleh ke arahku, tentu saja aku panik bukan
kepalang. Malu, cemas karena merasa perbuatanku yang memandanginya sejak tadi
telah terpergoki. Pria itu berjalan kearahku, yang membuat aku semakin panik.
Ketika sudah berada didekatku pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum, tanpa
menghentikan langkahnya. Dia berjalan meninggalkan ruangan ini, menuju ke bapak
petugas perpustakaan untuk meminjam buku yang dia ambil dari rak buku tadi. Lalu
pergi keluar perpustakaan, aku lalu menghela nafas lega.
“Ayo lah Kang, masa gak kenal sih.” Aku merajuk pada Kang Wisnu. Beliau
adalah rajanya organisasi di fakultas Ilmu Budaya ini bahkan juga masuk jajaran
aktivis kelas wahid di kampus ini.
“Benar Pit, gak kenal. Banyak cowok manis, tinggi, mancung, pakai kacamata
di fakultas ini. Akang juga manis, tinggi, mancung, dan pakai kacamata.
Ha..ha..”
“Ih...Dia malah narsis, Pit serius Kang.”
“Saya juga serius Pit. Coba kamu tahu organisasinya dia apa, mungkin saya
bisa tanya-tanya ke teman-teman saya.”
“Justru karena Pit gak tahu organisasinya dia apa makanya Pit nanya ke
Akang.”
“Ye...saya kan aktivis Pit, bukan dukun.”
“Ih..becanda mulu ni akang.” Aku memasang wajah cemberut.
“Aduh, jangan cemberut dong Pit. Nanti manisnya hilang lho.” Kang Wisnu
mencoba merayuku.
“Bodo...”
“Iya-iya, nanti akang bantu cari tahu. Duh..Adikku yang satu ini sudah bisa
jatuh cinta.”
“Benar ya Kang, aku mulai tersenyum.”
“Iya bawel. Tapi ada imbalannya ya.”
“Dih..gak ikhlas. Kan Akang yang ngajarin Pit untuk ikhlas kalau bantuin
orang lain.”
“Iya-iya bercanda. Gitu aja diambil hati.”
“Nah gitu dong. Harus ikhlas kalau bantuin orang lain.”
Lalu aku terdiam sejenak.
“Eh..tapi Aku mau deh ngasih Akang hadiah kalau benar-benar bisa cari tahu
pria itu siapa.”
“Oh ya, apa hadiahnya Pit?”
“Pit akan bilang ke Teh Sakura, kalau akang suka sama dia. Ok deal???”
“Eh...Pit jangan-jangan. Tenang saja, saya ikhlas kok bantuin kamu.”
“Pit, juga ikhlas kok ngasih hadiahnya.” Kali ini gantian aku yang
meledeknya.
“Bodo amat. Sudah ya, akang kekelas dulu. Nanti kalau sudah ada
perkembangan akang sms kamu. Assalammualaikum”
Lalu kang Wisnu bergegas pergi ke arah gedung C.
“Walaikumsalam, haturnuhun akang ganteng.”
Aku melambaikan tangan, mengiringi kepergiannya. Dasar, katanya aktivis
tapi takut sama perempuan. Ujarku dalam hati.
Besoknya ketika aku ingin masuk ke perpustakaan, tiba-tiba aku berpapasan
dengan pria itu lagi. Pria itu hanya tersenyum, dan akupun hanya bisa
menganggukkan kepalaku. Entah sambil tersenyum atau merengut, karena saat itu
aku tidak bisa mengendalikan diriku.
Pagi ini aku dibangunkan oleh ringtone HP ku. Setelah mengucek-ngucek mata,
aku mengambil HP yang aku taruh disamping bantal, ternyata sebuah sms. Lalu aku
membuka sms tersebut.
“Assalammualaikum
Punteun Pit mengganggu pagi-pagi
Pria itu namanya Himawan, anak sastra Jepang 2012.
Beliau anak Rohis fakultas juga, tapi baru masuk.
Haturnuhun.”
Ternyata sms dari Kang Wisnu, dan sms tersebut membuat kantuk yang
menyelimutiku tiba-tiba lenyap. Aku langsung membalas sms tersebut.
“Haturnuhun akang ganteng
Benar-benar kece badailah akangku yang satu ini.
Nanti akan langsung Pit sampaikan salam ke Teh Sakura.
^.^”
Beberapa detik kemudian Hp ku kembali berbunyi
“Gak usah
Shalat sana!
Haturnuhun.”
Wah, kalau sms Kang Wisnu sudah singkat begitu berarti beliau jadi serius.
Sudahlah, aku tidak akan menggodanya lagi. Sebelum beranjak dari tempat tidur
untuk berwudhu, aku membalas sms Kang Wisnu.
“Siap kang...
Sekali lagi Haturnuhun ya...^_^”
“Argh...BT ni, kenapa sih semester ini harus ada jadwal mata kuliah umum di
jam terakhir, dihari jumat pula.” Rutukku dalam hati.
Namun rutukkanku dalam sekejap berubah menjadi
kebahagiaan, karena tiba-tiba ada sesosok pria yang masuk ke ruang kelas. Pria
yang selama ini membuatku penasaran dan mabuk kepayang. Ya, pria itu Hikmawan.Bersambung