Laman

Rabu, 30 Juli 2014

Sabar

Terkadang sulit untuk menerima keadaan, bahkan sangat sulit untuk menghadirkan kesabaran. Banyak doa yang terasa tak kunjung terasa ijabahnya, ada yang terasa namun ternyata hanyalah fatamorgana, terlihat jelas, namun tak dapat disentuh.


Banyak mimpi besarku sebagai mahasiswa telah berhasil kuwujudkan, namun semua terasa kurang karena yang terbesar pada akhirnya tidak terwujud.
Ya...mimpi terbesarku sebagai mahasiswa adalah mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Mesir, dan itu tak dapat kuwujudkan.

Bukan karena aku tak berikhtiar, atau tak ada jaringan untuk menuju kesana, namun memang keadaanlah yang tak memungkinkan.
Pada tahun ketiga, aku sangat berpeluang u/ bisa mengikuti program "sandwich" ke Canal Suez Mesir, namun apa daya ada amanah yg harus kuemban disini dan aku tak akan membahasnya sama sekali karena amanah itu adalah kewajiban yang harus aku pertanggungjawabkan pada Allah kelak.
Pada tahun terakhirKu, aku berkesempatan u/mengikuti program yang sama ditambah program penelitian di Sudan, namun kali ini terbentur oleh Mamaku.

Ya, aku hanya tinggal berdua dengan beliau dan juga menjadi tumpuan perekonomian kami kelak. Sungguh tak mungkin jika aku meninggalkan beliau seorang diri di Indonesia dan menunda kelulusanku pula.

Jujur, sempat terbersit kekecewaan dalam hatiku apalagi ketika melihat sahabat dan orang-orang terdekatku terasa sangat mulus mewujudkan mimpi-mimpinya ke luar negeri. Namun, aku sungguh bersyukur selalu diingatkan oleh Allah.

Dikala kekecewaan ini semakin membuncah bahkan amarah akan ketidakberhasilan dan ketidakadilan semakin meluap, beberapa hari ini aku diperlihatkan bagaimana kerasnya mama bekerja untuk kami.
Meskipun biaya kuliah dan segala perlengkapan penunjangnya bisa aku penuhi dengan beasiswa, dan uang hadiah dari lomba" yg kuikuti, biaya makan selama 4 tahun ini tetaplah beliau yg penuhi.
Aku merasakan betapa beratnya beliau mencari tambahan uang dengan membuka catering kecil-kecilan dan bisnis spray&bed covernya. Setiap pagi harus kepasar dan belanja dengan bobot belanjaan yang sangat berat, pasar yang jauh dan penuh sesak. Belum lagi beliau yang selalu lembur untuk menambah insentif gajinya. Dan hal tersebut sudah dilakukannya dari 23 tahun yg lalu semenjak mengandungku.

Ya..Allah telah mengingatkanku, selama 23 tahun lebih beliau berkorban untukku dan bersabar atas pengorbanannya, masa sekarang aku tidak bisa bersabar untuk 1-2 tahun saja. Bekerja dan bisnis untuk memenuhi segala kebutuhan primer dan sekunder kami sehingga aku bisa meninggalkan Indonesia dengan tenang. Akupun teringat perkataan salah satu ustadz , "berdoa itu ibarat mengamen, kalau suara pengamennya jelek pasti cepet dikasih uangnya biar tuh pengamen pergi, dan uangnya pasti receh. Beda sama pengamen yang suaranya merdu, pasti dikasih duitnya lama karena suaranya mau didengerin lama-lama, tapi uang yg dikasih pasti gede dan bukan recehan. Sama kayak berdoa, makin dia bagus doa dan akhlaknya, biasanya makin lama doanya terwujud, tapi hasilnya pas terwujud pasti dahsyat!"

Yah..sekarang berarti tinggal terus ikhtiar dan bersabar, "Allah tahu, tapi menunggu." Kelak, pengorbanan dan kesabaran pasti berbuah manis karena itu janji Allah dan JanjiNya pasti selalu ditepati.
Amin....

0 komentar:

Posting Komentar